Sabtu, 15 Mei 2010

MATEMATIKA

Matematika (dari bahasa Yunani: μαθηματικά - mathēmatiká) adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Para matematikawan mencari berbagai pola,[2][3] merumuskan konjektur baru, dan membangun kebenaran melalui metode deduksi yang kaku dari aksioma-aksioma dan definisi-definisi yang bersesuaian.

Terdapat perselisihan tentang apakah objek-objek matematika seperti bilangan dan titik hadir secara alami, atau hanyalah buatan manusia. Seorang matematikawan Benjamin Peirce menyebut matematika sebagai "ilmu yang menggambarkan simpulan-simpulan yang penting".[5] Di pihak lain, Albert Einstein menyatakan bahwa "sejauh hukum-hukum matematika merujuk kepada kenyataan, mereka tidaklah pasti; dan sejauh mereka pasti, mereka tidak merujuk kepada kenyataan."[6]
Melalui penggunaan penalaran logika dan abstraksi, matematika berkembang dari pencacahan, perhitungan, pengukuran, dan pengkajian sistematis terhadap bangun dan pergerakan benda-benda fisika. Matematika praktis telah menjadi kegiatan manusia sejak adanya rekaman tertulis. Argumentasi kaku pertama muncul di dalam Matematika Yunani, terutama di dalam karya Euklides, Elemen. Matematika selalu berkembang, misalnya di Cina pada tahun 300 SM, di India pada tahun 100 M, dan di Arab pada tahun 800 M, hingga zaman Renaisans, ketika temuan baru matematika berinteraksi dengan penemuan ilmiah baru yang mengarah pada peningkatan yang cepat di dalam laju penemuan matematika yang berlanjut hingga kini.[7]
Kini, matematika digunakan di seluruh dunia sebagai alat penting di berbagai bidang, termasuk ilmu alam, teknik, kedokteran/medis, dan ilmu sosial seperti ekonomi, dan psikologi. Matematika terapan, cabang matematika yang melingkupi penerapan pengetahuan matematika ke bidang-bidang lain, mengilhami dan membuat penggunaan temuan-temuan matematika baru, dan kadang-kadang mengarah pada pengembangan disiplin-disiplin ilmu yang sepenuhnya baru, seperti statistika dan teori permainan. Para matematikawan juga bergulat di dalam matematika murni, atau matematika untuk perkembangan matematika itu sendiri, tanpa adanya penerapan di dalam pikiran, meskipun penerapan praktis yang menjadi latar munculnya matematika murni ternyata seringkali ditemukan terkemudian.

Read More ..

Jumat, 09 April 2010

Menjadi Guru Profesional

Oleh Aang Kusmawan

Pengesahan Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 menjadi penanda bahwa profesi guru tidak hanya sebatas pengabdian dengan jaminan kesejahteraan minim. Dengan keberadaan UU ini, guru adalah orang yang betul-betul profesional dengan jaminan kesejahteraan memadai. Ini merupakan elan baru dalam dunia keguruan Indonesia.

Dengan jaminan UU ini, terdekonstruksilah makna profesionalisme guru yang dulunya tidak diminati menjadi profesi yang paling diminati di antara profesi lainnya, seperti ditunjukkan dari hasil jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas beberapa waktu lalu. Dari hasil jajak pendapat tersebut diketahui bahwa profesi guru menjadi profesi yang paling diminati di antara profesi lain, seperti dokter dan wartawan.

Sebanyak 29,5 persen responden berpendapat bahwa profesi guru merupakan profesi yang paling diminati oleh mereka, disusul profesi dokter/bidan dan peneliti/ilmuwan pada profesi berikutnya. Profesionalisme dalam arti dasar adalah ketika seseorang bekerja sesuai dengan basis pendidikannya masing-masing. Seorang pengajar di lembaga pendidikan haruslah berpendidikan dari lembaga pendidikan tinggi keguruan (LPTK). Ketika lulusan LPTK bekerja menjadi akuntan, itu tidak bisa dikatakan profesional. Dalam kaitannya dengan kesejahteraan (baca: imbalan) adalah hal wajar ketika seorang profesional mendapatkan imbalan memadai karena dia akan bekerja maksimal sehingga menghasilkan sesuatu yang berkualitas. Hubungan antara profesionalisme dan imbalan bersifat linear.

Namun, dalam konteks pendidikan Indonesia, khususnya dunia keguruan, gambaran tersebut baru berlaku setelah UU Guru dan Dosen disahkan. Sebelumnya profesi guru tidak lebih seperti "pepesan kosong". Dari luar kelihatannya sangat elok dan menarik, tetapi isinya kosong. Jabatan guru memang mendapatkan tempat di hati masyarakat, tetapi ketika berbicara tentang kesejahteraan, nilainya sangat minim (baca: kosong). Di Indonesia hal yang linear itu tidak terjadi.

Alibi dari minimnya kesejahteraan tersebut adalah kemampuan negara yang memang minim. Di satu sisi alibi ini bisa diterima, tetapi di sisi lain sulit diterima. Di luar alibi tersebut realitas berkata, sebelum UU Guru dan Dosen disahkan, kesejahteraan guru betul-betul sangat minim.

Jangka waktu disahkannya UU Guru dan Dosen ini sangatlah lama. Dalam amatan penulis, secara sederhana kondisi ini telah menimbulkan beberapa masalah dalam dinamika kehidupan guru yang tampaknya masih terkandung sampai sekarang, termasuk ketika UU Guru dan Dosen telah disahkan pemerintah baru-baru ini. Masalah tersebut adalah masalah kultural/tradisi, moral, dan struktural.

Tantangan

Kemunculan masalah kultural/tradisi bertitik tolak dari permasalahan waktu. Lamanya kondisi guru berada dalam ketidaksejahteraan telah membentuk tradisi-tradisi yang terinternalisasi dalam kehidupan guru sampai sekarang. Konkretnya, tradisi itu lebih mengacu pada ranah akademis.

Minimnya kesejahteraan guru telah menyebabkan konsentrasi guru terpecah menjadi beberapa sisi. Di satu sisi seorang guru harus selalu menambah kapasitas akademis pembelajaran dengan terus memperbarui dan berinovasi dengan media, metode pembelajaran, dan kapasitas dirinya. Di sisi lain, sebagai efek demonstrasi dari minimnya kesejahteraan, seorang guru dituntut memenuhi kesejahteraannya secara berbarengan.

Dalam praktiknya, seorang guru sering kali lebih banyak berjibaku (baca: berkonsentrasi) dengan usahanya dalam memenuhi kesejahteraan keluarga. Akhirnya, seiring dengan perjalanan waktu, sisi-sisi peningkatan kualitas akademis menjadi tersisihkan dan hal ini terus berlangsung sampai sekarang. Minimnya kesejahteraan guru dalam jangka waktu lama telah menggiring budaya/tradisi akademis menjadi terpinggirkan.

Permasalahan moral muncul hampir berbarengan dengan permasalahan kultural. Hemat penulis, permasalahan moral ini bisa disamakan dengan permasalahan watak dari guru itu sendiri. Akar masalahnya sama, muncul sebagai efek demonstrasi dari minimnya kesejahteraan guru. Minimnya kesejahteran guru secara tidak langsung telah menggiring guru-guru dalam ruang-ruang sempit pragmatisme. Yang terbayang oleh seorang guru ketika melaksanakan proses pendidikan adalah bagaimana seorang guru bisa dengan cepat menyelesaikan target studi yang telah dirancang. Setelah itu guru bisa langsung beralih profesi sejenak demi mendapatkan tambahan pendapatan karena kesejahteraannya minim. Akhirnya, pendidikan yang seyogianya diselenggarakan melalui proses memadai terabaikan. Hasil akhir menjadi target utama dibandingkan dengan proses yang dilaksanakan. Inilah wujud nyata dari watak-watak pragmatis.

Permasalahan struktural lebih mengacu pada kondisi atau struktur sosial seorang guru di luar proses pendidikan (baca: lingkungan sosial). Jika mengacu pada sumber masalah, hal ini berasal dari minimnya kesejahteraan yang dimiliki seorang guru. Minimnya tingkat kesejahteraan secara materialistis dari seorang guru telah menyebabkan posisi sosial guru di masyarakat tersubordinasi.

Posisi sosial guru menjadi terkesan lebih rendah daripada masyarakat lain yang berprofesi bukan guru, katakanlah itu seorang konsultan, manajer, pengacara, dan lainnya. Padahal, seperti kita ketahui, secara hakikat, profesi yang digeluti seseorang adalah sama, tidak saling menyubordinasi. "Inferiority complex"

Yang perlu mendapatkan perhatian serius dalam hal ini adalah efek dari subordinasi sosial tersebut. Efek tersebut adalah perasaan rendah diri dari seorang guru, atau dalam bahasa Pramoedya Ananta Toer sebagai inferiority complex. Bagi seorang guru, perasaan rendah diri seperti ini merupakan hal yang harus dihindari. Fungsi guru sebagai pentransformasi sosial kepada peserta didik memerlukan kepercayaan diri yang besar. Bukan tidak mungkin perasaan-perasaan rendah diri tersebut akan menular kepada peserta didik. Hal ini tentu saja sangat berbahaya.

Simpulan sederhana dari ketiga masalah tersebut adalah bahwa akar permasalahan guru kontemporer adalah tingkat kesejahteraan. Minimnya tingkat kesejahteraan guru menjadi permasalahan pokok. Di luar kontroversi tentang UU Guru dan Dosen tersebut, kita mendapatkan pembenaran dari UU Guru dan Dosen tersebut, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan guru.

Lima tahun pascapengesahan UU Guru dan Dosen merupakan masa transisi menuju profesionalisme guru seutuhnya. Oleh karena itu, dalam konteks menuju profesionalisme guru seutuhnya tersebut, masalah-masalah di atas seyogianya diposisikan sebagai sebuah tantangan yang harus segera dijawab.

Ketika tahun 2009 diisi oleh kerja keras guru dalam menjawab ketiga tantangan tersebut, perjuangan menuju profesionalisme guru telah melaju beberapa langkah ke depan. Dengan demikian, menjadi hal wajar apabila tahun 2009 dijadikan sebagai tahun menuju profesionalisme guru seutuhnya. Semoga tahun 2009 menjadi kado manis bagi dunia pendidikan Indonesia.

AANG KUSMAWAN Staf Litbang Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan Universitas Pendidikan Indonesia.

Read More ..

Strategi Belajar Mengajar

Belajar memiliki tiga atribut pokok ialah:

  1. Belajar merupakan proses mental dan emosional atau aktivitas pikiran dan perasaan.

  2. Hasil belajar berupa perubahan perilaku, baik yang menyangkut kognitif, psikomotorik, maupun afektif.

  3. Belajar berkat mengalami, baik mengalami secara langsung maupun mengalami secara tidak langsung (melalui media). Dengan kata lain belajar terjadi di dalam interaksi dengan lingkungan. (lingkungan fisik dan lingkungan sosial).

  4. Supaya belajar terjadi secara efektif perlu diperhatikan beberapa prinsip antara lain:

    1. Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan kegiatan belajar, baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik dinilai lebih baik, karena berkaitan langsung dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.

    2. Perhatian atau pemusatan energi psikis terhadap pelajaran erat kaitannya dengan motivasi. Untuk memusatkan perhatian siswa terhadap pelajaran bisa didasarkan terhadap diri siswa itu sendiri dan atau terhadap situasi pembelajarannya.

    3. Aktivitas. Belajar itu sendiri adalah aktivitas. Bila fikiran dan perasaan siswa tidak terlibat aktif dalam situasi pembelajaran, pada hakikatnya siswa tersebut tidak belajar. Penggunaan metode dan media yang bervariasi dapat merangsang siswa lebih aktif belajar.

    4. Umpan balik di dalam belajar sangat penting, supaya siswa segera menge-tahui benar tidaknya pekerjaan yang ia lakukan. Umpan balik dari guru sebaiknya yang mampu menyadarkan siswa terhadap kesalahan mereka dan meningkatkan pemahaman siswa akan pelajaran tersebut.

    5. Perbedaan individual adalah individu tersendiri yang memiliki perbedaan dari yang lain. Guru hendaknya mampu memperhatikan dan melayani siswa sesuai dengan hakikat mereka masing-masing. Berkaitan dengan ini catatan pribadi setiap siswa sangat diperlukan.

  5. Pembelajaran merupakan suatu sistem lingkungan belajar yang terdiri dari unsur: tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru.
    Semua unsur atau komponen tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi; dan semuanya berfungsi dengan berorientasi kepada tujuan.

Variabel Strategi Belajar Mengajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan strategi belajar-mengajar ialah: tujuan, bahan pelajaran, alat dan sumber, siswa, dan guru.

  1. Gagne mengklasifikasikan hasil-hasil belajar yang membawa implikasi terhadap penggunaan strategi belajar-mengajar, sebagai berikut:

    1. Keterampilan intelektual dengan tahapan-tahapannya:

      1. Diskriminasi (mengenal benda konkret).

      2. Konsep konkret (mengenal sifat-sifat benda/objek konkret).

      3. Konsep terdefinisi (kemampuan memahami konsep terdefinisi).

      4. Aturan (kemampuan menggunakan aturan, rumus, hukum/dalil, prinsip).

      5. Masalah/aturan tingkat tinggi (kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan berbagai aturan).

    2. Strategi kognitif (kemampuan memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berfikir).

    3. Informasi verbal (kemampuan menyimpan nama/label, fakta, pengetahuan di dalam ingatan).

    4. Keterampilan motorik (kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan fisik).

    5. Sikap (kemampuan menampilkan perilaku yang bermuatan nilai-nilai).

  2. Yang perlu dipertimbangkan dari faktor siswa di dalam menggunakan strategi belajar-mengajar, antara lain:

    1. Siswa sebagai pribadi tersendiri memiliki perbedaan-perbedaan dari siswa lain.

    2. Jumlah siswa yang mengikuti pelajaran.

  3. Dari faktor alat dan sumber yang perlu dipertimbangkan ialah:

    1. Jumlah dan karakteristik alat pelajaran dan alat peraga.

    2. Jumlah dan karakteristik sumber pelajaran (bahan cetakan dan lingkungan sekitar).

  4. Dari faktor guru yang akan mempengaruhi penggunaan strategi belajar-mengajar ialah kemampuan menguasai bahan pelajaran dan kemampuan membelajarkan siswa.

Berbagai Jenis Strategi Belajar Mengajar

Berbagai jenis strategi Belajar Mengajar dapat dikelompokkan berdasarkan berbagai pertimbangan.

  1. Atas dasar pertimbangan proses pengolahan pesan.

    1. Strategi Deduktif. Dengan Strategi Deduktif materi atau bahan pelajaran diolah dari mulai yang umum, generalisasi atau rumusan, ke yang bersifat khusus atau bagian-bagian. Bagian itu dapat berupa sifat, atribut atau ciri-ciri. Strategi
      Deduktif dapat digunakan dalam mengajarkan konsep, baik konsep konkret maupun konsep terdefinisi.

    2. Strategi Induktif. Dengan Strategi Induktif materi atau bahan pelajaran diolah mulai dari yang khusus (sifat, ciri atau atribut) ke yang umum, generalisasi atau rumusan. Strategi Induktif dapat digunakan dalam mengajarkan konsep, baik konsep konkret maupun konsep terdefinisi.

  2. Atas dasar pertimbangan pihak pengolah pesan.

    1. Strategi Ekspositorik. Dengan Strategi Ekspositorik bahan atau materi pelajaran diolah oleh guru. Siswa tinggal “terima jadi” dari guru. Dengan Strategi Ekspositorik guru yang mencari dan mengolah bahan pelajaran, yang kemudian menyampaikannya kepada siswa. Strategi Ekspositorik dapat digunakan di dalam mengajarkan berbagai materi pelajaran, kecuali yang sifatnya pemecahan masalah.

    2. Strategi Heuristik. Dengan Strategi Heuristik bahan atau materi pelajaran diolah oleh siswa. Siswa yang aktif mencari dan mengolah bahan pelajaran. Guru sebagai fasilitator memberikan dorongan, arahan, dan bimbingan.
      Strategi Heuristik dapat digunakan untuk mengajarkan berbagai materi pelajaran termasuk pemecahan masalah. Dengan Strategi Heuristik diharapkan siswa bukan hanya paham dan mampu melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, akan tetapi juga akan terbentuk sikap-sikap positif, seperti: kritis, kreatif, inovatif, mandiri, terbuka. Strategi Heuristik terbagai atas Diskoperi dan Inkuiri.

  3. Atas Dasar Pertimbangan Pengaturan Guru

    1. Strategi Seorang Guru. Seorang guru mengajar kepada sejumlah siswa.

    2. Strategi Pengajaran Beregu (Team Teaching). Dengan Pengajaran Beregu, dua orang atau lebih guru mengajar sejumlah siswa.
      Pengajaran Beregu dapat digunakan di dalam mengajarkan salah satu mata pelajaran atau sejumlah mata pelajaran yang terpusat kepada suatu topik tertentu.

  4. Atas Dasar Pertimbangan Jumlah Siswa

    1. Strategi Klasikal

    2. Strategi Kelompok Kecil

    3. Strategi Individual.

  5. Atas Dasar Pertimbangan Interaksi Guru dengan Siswa.

    1. Strategi Tatap Muka. Akan lebih baik dengan menggunakan alat peraga.

    2. Strategi Pengajaran Melalui Media. Guru tidak langsung kontak dengan siswa, akan tetapi guru “mewakilkan” kepada media. Siswa berinteraksi dengan media.

Sumber Strategi Belajar Mengajar karya Udin S. Winataputra .

Read More ..

Perkembangan Peserta Didik

1.1 Latar Belakang
Manusia senantiasa mengalami pertumbuhan dan berkembang. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologi sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat. Perkembangan juga merupakan proses perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungannya. Dengan kata lain perkembangan merupakan perubahan fungsionalyang dipengaruhi oleh pencapaian tingkat kematangan fisik dan intelek.
Masa remaja adalah masa yang khusus, penuh gejolak karena pada pertumbuhan fisik dan kehidupan lingkungannya terjadi ketidakseimbangan. Hal ini akan mempengaruhi perkembangan fisik, intelek, emosi, berbahasa, sosial dan nilai remaja.
Suatu lingkungan dalam kehidupan remaja merupakan keadaan yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya dan membawa perubahan-perubahan apa yang diinginkan dalam kebiasaan dan sikap-sikapnya. Pengaruh lingkungan merupakan salah satu faktor dari tumbuh kembangnya remaja, remaja dibantu oleh orang tua, guru dan orang dewasa lainya bahkan teman sejawat untuk memanfaatkan kapasitas dan potensi yang dibawanya dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang diinginkannya.
Setiap individu remaja memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan dan karakteristik yang diperoleh dari lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis. Seorang remaja tidak dilahirkan dengan perlengkapan yang sudah sempurna. Akan tetapi dengan sendirinya pola-pola tersebut berjalan, berbicara, merasakan, berpikir, atau pembentukan pengalaman yang harus dipelajari terlebih dahulu. Dalam diri setiap individu seorang remaja juga memiliki minat atau sifat yang alami walaupun minat atau sifat tersebut terdorong dari potensi tertentu yang membentuk dasar dari minat apa saja yang dikembangkan oleh remaja didalam lingkungan tempat remaja tersebut tumbuh dan berkembang.
Dalam kehidupan remaja pada tingkat manapun, perbedaan latar belakang dan pengalaman mereka masing-masing dapat memperlancar atau menghambat presentasinya, terlepasdari potensi individu untuk menguasai suatu bahan pelajaran. Pengalaman-pengalaman belajar yang dimiliki remaja dirumah mempengaruhi kemampuan untuk berprestasi dalam situasi belajar yang disajikan.
Minat dan sikap setiap individu remaja terhadap sekolah dan mata pelajaran tertentu, kebiasaan-kebiasaan kerja sama, kecakapan atau kemauan untuk berkonsentrasi pada bahan-bahan pelajaran, dan kebiasaan-kebiasaan belajar, semuanya merupakan faktor-faktor perbadaan diantaraindividu setiap remaja. Faktor-faktor tersebut kadang-kadang berkembang akibat sikap-sikap anggota keluarga dirumah dan orang-orang yang berada dilingkungan sekitar. Latar belakang keluarga, baik dilihat dari segi sosial ekonomi maupun sosiokultural, adalah berbeda-beda. Demikian pula lingkungan sekitarnya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan fisikakan memberikan pengaruh yang berbeda-beda.

1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah pengamatan ini, yaitu:
a. Dapat memahami latar belakang perkembangan remaja.
b. Dapat memahami karakteristik perkembangan remaja.
c. Dapat memahami pencapaian perkembangan remaja.
d. Dapat memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja.
e. Dapat memahami pengaruh perkembangan remaja dalam suatu peristiwa khusus.
f. Dapat memahami kebutuhan-kebutuhan perkembangan remaja.
g. Dapat memahami permasalahan yang muncul terkait dengan perkembangan remaja.

1.3 Metode Penulisan
Sumber data diperoleh dari Tri Cahyadi Putra (nama samaran), seorang siswa SMU (disamarkan). Data yang digunakan dalam pengamatan ini, yaitu hasil dari isian instrumen atau angket. Pengumpulan data dari Tri Cahyadi Putra (nama samaran) dilakukan pada tanggal 26 Mei 2008. Pengumpulan data dilaksanakan dengan cara wawancara dan pengisian instrumen atau angket.
Instrumen atau angket ini berisikan pertanyaan yang ditujukan kepada Tri Cahyadi Putra (nama samaran) dan orang tuanya, yang berisikan identitas, latar belakang keluarga, pencapaian perkembangan, peristiwa-peristiwa khusus remaja, kebutuhan-kebutuhan pribadi remaja, dan permasalahan-permasalahan remajadari objek pengamatan tersebut. Untuk lebih jelasnya instrumen atau angket yang telah diisi dapat dilihat pada lampiran 1: Instumen Atau Angket Pertanyaan, pada halaman 18 sampai dengan halaman 21.

BAB II
PAPARAN DATA

2.1 Identitas Subjek
a. Nama : Tri Cahyadi Putra__(Samaran)
b. Jenis kelamin : Laki-laki
c. Usia : 17 tahun
d. Sekolah/ Kelas : SMU__(Samaran) / II
e. Alamat : Disamarkan

2.2 Latar Belakang Keluarga
Latar belakang keluaga merupakan salah satu pengaruh penting dalam pertumbuhan dan berkembangnya seorang remaja. Keluarga merupakan lingkunganyang pertama dan utama bagi remaja.
Tri Cahyadi Putra (nama samaran) merupakan seorang siswa SMU (disamarkan) kelas 2 dengan umur 17 tahun. Struktur keluarga dari Tri Cahyadi Putra (nama samaran), yaitu; Tri Cahyadi Putra (nama samaran) merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Sedangkan pendidikan terakhir dari orang tua Tri Cahyadi Putra (nama samaran), yaitu; bapak SPG dan ibu SPG, sedangkan pekerjaan dari orang tua Tri Cahyadi Putra (nama samaran), yaitu; bapak PNS yang merupakan seorang guru, dan ibu PNS dan juga merupakan seorang guru. Sedangkan agama yang dianut oleh keluaga Tri Cahyadi Putra (nama samaran), adalah Islam. Pola asuh dari orang tua Tri Cahyadi Putra (nama samaran), dari segi pendidikan, yaitu dengan memasukkan Tri Cahyadi Putra (nama samaran) ke sekolah-sekolah yang berkualitas yang menyediakan sarana dan peralatan-peralatan sekolah yang memadai. Pola asuh dari orang tua Tri Cahyadi Putra (nama samaran), dari segi agama, yaitu dengan memasukkan Tri Cahyadi Putra (nama samaran) ke TPQ, agar mendapatkan pelajaran keagamaan lebih dalam dan membentuk ahlaknya. Pola asuhdari orang tua Tri Cahyadi Putra (nama samaran), dari segi sosial, yaitu dengan memberikannya kebebasan dalam menentukan pergaulan dan tetap menghormati pada setiap orang walaupun berbeda agama dan suku, serta dapat membedakan mana yang baik ataupun buruk.

2.3 Peristiwa-Peristiwa Khusus
Bersosialisasi berarti melakukan konteks dengan yang lain. Seorang remaja dalam merespon sesuatu lebih banyak diarahkan oleh sesuatu penalaran dan berbagai pertimbangan yang objektif. Akan tetapi pada saat-saat tertentu di dalam kehidupan seorang remaja terdapat peristiwa yang dianggapnya sebagai sesuatu peristiwa penting atau khusus. Adapun peristiwa yang diangap penting atau khusus dari segi negatif bagi Tri Cahyadi Putra (nama samaran), yaitu; ia pernah kedapatan merokok oleh orang tua, dimarahi dan diperingatkan. Sedangkan peristiwa yang diangap penting atau khusus dari segi positif bagi Tri Cahyadi Putra (nama samaran), yaitu; pernah jalan ke sebuah kampung disana Cahyadi Putra (nama samaran) melihatorang-orang yang serba kekurangan dan sadar bahwa ia patutnya bersyukur dengan apa yang sudah dimilikinya.

2.4 Kebutuhan-Kebutuhan Pribadi
Dalam proses pertumbuhan dan berkembangnya menuju ke jenjang kedewasaan, kebutuhan hidup seorang remaja mengalami perubahan-perubahan sejalan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Kebutuhan itu timbul disebabkan oleh dorongan-dorongan atau motif. Dorongan adalah keadaan dalam pribadi seorang remajayang mendorongnya untuk melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu.
Harapan dari kebutuhan yang belum terpenuhi yang dapat membuat Tri Cahyadi Putra (nama samaran) puas, antara lain; mendapatkan sepeda motor, mendapatkan nilai yang bagus dikelas, mempunyai banyak teman, setelah lulus dapat masuk diuniversitas yang seperti yang diinginkan. Sedangkan kebutuhan yang dapat membuat Tri Cahyadi Putra (nama samaran) tidak puas, yaitu kebutuhan yang tidak sesuai dengan keinginannya.

2.5 Permasalahan-Permasalahan Remaja
Dalam memasuki kehidupan bermasyarakat, remaja selalu mendambakan kemandirian, dalam artian menilai dirinya cukup mampu untuk mengatasi problem kehidupan, kebanyakan akan menghadapi berbagai masalah, terutama masalah penyesuaian emosional. Adapun suatu problem atau masalah yang dialami oleh Tri Cahyadi Putra (nama samaran), yaitu; pernah setres karena didiamkan oleh bapak Tri Cahyadi Putra (nama samaran) karena kedapatan merokok, sedangkan dari pengalaman disekolah; ia pernah masuk BP karena dituduh menyontek yang bukan perbuatannya, ia juga pernah dicuekin sama teman-temannya karena ia bersikap egois dan suka ceplas-ceplos.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Identitas Subjek
Tri Cahyadi Putra (nama samaran) merupakan siswa salah satu SMU yang ada di Malang. Dari hasil pengamatan Tri Cahyadi Putra (nama samaran) merupakan salah satu siswa yang cerdas, ia selalu dapat rangking dikelas, akan tetapi dilain pihak Tri Cahyadi Putra (nama samaran) juga merupakan anak yang sedikit nakal dan sedikit tidak bisa diatur. Tanpa memperdulikan berapa pun umur seorang remaja, karakteristik pribadi dan kebisaan yang dibawanya ke sekolah akhirnya terbentuk oleh pengaruh lingkungan dan hal itu tampaknya mempunyai pengaruh penting terhadap keberhasilannya di sekolah dan masa perkembangan hidupnya di kelak hari kemudian.
Proses pertumbuhan dan berkembangnya Tri Cahyadi Putra (nama samaran) merupakan proses transisi dari keadaan fisik dan pikirannya. Menurut hasil pengamatan dari pertumbuhan dan perkembangan Tri Cahyadi Putra (nama samaran), hasil dari perkembangan fisik cukup baik, karena orang tuanya selalu memperhatikan dalam pemberian makan dan kesehatannya. Dengan demikian orang tua dari Tri Cahyadi Putra (nama samaran) selalu memperhatikan pertumbuhan dan mengartikankannya sebagai proses perubahan dan pematangan fisik selain mematangkan Tri Cahyadi Putra (nama samaran) dari segi intelektual.

3.2 Latar Belakang Keluarga
Dalam suatu kelompok siswa pada tingkat manapun, perbedaan latar belakang dan pengalaman mereka masing masing dapat memperlancar atau menghambat prestasinya, terlepas dari proses individu untuk menguasai bahan pelajaran. Latar belakang keluarga memberi pengaruh penting dalam tumbuh dan berkembangnya remaja. Perbedaan latar belakang keluarga dan lingkungan mempunyai pengaruh terhadap belajar. Perbedaan latar belakang tersebut, meliputi perbedaan sosial ekonomi, kultur dan lainnya mempengaruhi perkembangannya.
Tri Cahyadi Putra (nama samaran) merupakan anak pertama dari dua bersaudara, kedua orang tua Tri Cahyadi Putra (nama samaran) merupakan seorang guru. Jadi dari segi pendidikan orang tua Tri Cahyadi Putra (nama samaran) sudah cukup memadai untuk mendidiknya kearah yang diingikannya tetapi tetap diluar jalur.
Agama merupakan akar dari terbentuknya pendidikan ahlak dari seorang remaja. Suasana keagamaan didalam keluarga Tri Cahyadi Putra (nama samaran) sangat baik, dengan bimbingan dari orang tua, Tri Cahyadi Putra (nama samaran) dimasukkan kedalam suasana TPQ, disini ia belajar agama lebih dalam lagi.
Pola asuh dari orang tua Tri Cahyadi Putra (nama samaran) dari segi pendidikan, yaitu; memasukkan ia ke sekolah-sekolah yang berkualitas yang menyediakan sarana dan peralatan-peralatan sekolah yang memadai, supaya ia mendapatkan pendidikan yang bermutu.

3.3 Pencapaian Perkembangan
Seorang bayi yang baru lahir merupakan hasil dari dua garis keluarga, yaitu garis keluarga ayah dan keluarga ibu. Dari hal tersebut terbentuklah potensi-potensi tingkah laku bawaan sejak lahir. Hal itu juga akhirnya membentuk suatu pola karakteristik dan perkembangan yang berbeda-beda dari setiap individu remaja. Dari segi pertumbuhan fisik Tri Cahyadi Putra (nama samaran), dilihat dari hasil pengamatan ukuran dan fisik tubuhnya diwariskan oleh kedua orang tuanya secara genetik. Keadaan kesehatan dan pemberian makan teratur sesuai dengan keadaan ekonomi keluarganya.
Dari segi intelek pada Tri Cahyadi Putra (nama samaran), dilihat dari hasil pengamatan merupakan salah satu anak yang cerdas, ia selalu dapat rangking dikelas. Intelek atau berpikir berkembang sejalan dengan pertumbuhan syaraf otak. Karena pada dasarnya menunjukkan fungsi otak, maka kemampuan intelektual yang lazim disebut juga dengan istilah lain kemampuan berpikir.
Dari segi emosi padaTri Cahyadi Putra (nama samaran) dari hasil pengamatan, ia masih terlihat masih labil, ia pernah kedapatan merokok oleh orang tuanya. Kebutuhan akan sesuatu yang harus dipenuhinya dalam pergaulan menimbulkan efek samping dalam tingkah laku emosi. Rasa dan perasaan merupakan salah satu potensi yang khusus dimiliki oleh manusia. Jika kebutuhan itu dapat dipenuhi dengan baik, maka ia akan puas, tapi sebaliknya jika kebutuhan tersebut tidak segera terpenuhi, maka akan merasa kekecewaan. Kecewa, senang dan puas merupakan gejala yang mengandung unsur senang dan tidak senang.

Dari segi bahasa pada Tri Cahyadi Putra (nama samaran), dilihat dari hasil pengamatan, ia merupakan anak yang cerdas, pandai bergaul. Berdasakan pandangan tersebut dapat diartikan, perkembangan bahasa pada Tri Cahyadi Putra (nama samaran) berkembang dengan baik tanpa masalah. Bicara adalah bahasa suara, bahasa lisan. Fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Setiap orang senantiasa berkomunikasi dengan dunia sekitar; dengan orang-orang disekitarnya. Pengertian bahasa sebagai alat komunikasi dapat diartikan sebagai tanda, gerak, dan suara untuk mennyampaikan isi pikiran kepada orang lain.
Dari segi sosial pada Tri Cahyadi Putra (nama samaran), dilihat dari hasil pengamatan, ia membutuhkan kelompok sosial untuk perkembangan hidupnya yang sehat dan normal seperti yang diinginkannya. Sikap dari orang tuanya, yaitu memberikan ia kebebasan dalam menentukan pergaulan dan tetap menghormati pada setiap orang walaupun berbeda agama dan suku, serta dapat membedakan mana yang baik ataupun buruk. Peran orang tua Tri Cahyadi Putra (nama samaran) hanya mengarahkan tanpa terlalu ikut campur selama masih tetap pada jalurnya. Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antara manusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia.
Dari segi nilai pada Tri Cahyadi Putra (nama samaran), dilihat dari hasil pengamatan, ia merupakan anak yang masih perduli dengan apa yang dialami oleh orang lain, walaupun ada hal-hal yang ia masih menganggap apa yang diinginkannya merupakan awal yang baik, seperti merokok. Semakin tumbuh dan berkembang fisik dan psikisnya, remaja mulai dikenalkan terhadap nilai-nilai yang boleh dan yang tidak boleh. Pada awalnya pengenalan nilai dan perilaku serta tindakan itu bersifat paksaan, dan remaja belum mengetahui maknanya. Akan tetapi sejalan dengan perkembangan inteleknya, berangsur-angsur remaja mulai mengikuti berbagai ketentuan yang berlaku didalam keluarganya.

3.4 Peristiwa-Peristiwa Khusus
Seorang remaja yang semakin dewasa, menujukkan fungsi-fungsi fisik dan pemikiran yang semakin matang. Hal ini berarti ia mampu menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam banyak hal. Dari kenyataan ini dapat dinyatakan bahwa semakin bertambahnya umur seseorang remaja, berati ia semakin matang. Peristiwa-peristiwa yang dialami Tri Cahyadi Putra (nama samaran) merupakan salah satu proses tingkat kematangan fisik dan pikirannya.
Didalam kehidupan keseharian Tri Cahyadi Putra (nama samaran) mendambakan kebebasan seperti yang diingikannya seperti perilaku “over acting”, bersikap lancang dan lain sebagainya. Dalam hal yang ter jadi pada Tri Cahyadi Putra (nama samaran), yaitu kedapatan atau ketahuan merokok oleh orang tuanya yang menurutnya baik, akan tetapi hal itu berakibat kejengkelan. Dalam hal ini remaja selalu disalahkan dan akibatnya ia frustasi dengan tingkah lakunya sendiri. Atas didikan orang tuanya sikap yang baik juga ditunjukkan oleh Tri Cahyadi Putra (nama samaran) dengan melihat orang-orang yang serba kekurangan dan sadar bahwa ia patutnya bersyukur dengan apa yang sudah dimilikinya.

3.5 Kebutuhan-Kebutuhan Pribadi
Individu adalh pribadi yang utuh dan kompleks. Kekompleksan tersebut terkait dengan kebutuhan-kebutuhan individu, yaitu untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan yang diinginkan. Kebutuhan dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu; kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer pada hakikatnya merupakan kebutuhan biologis atau organik dan umumnya merupakan kebutuhan yang didorong oleh motif asli. Sedangkan kebutuhan sekunder umumnya merupakan kebutuhan yang didorong oleh motif yang dipelajari.
Harapan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan keinginan dan kepuasan selalu didambakan oleh setiap individu. Tri Cahyadi Putra (nama samaran) selama ini selalu diarahkan orang tuanya untuk mendapatkan sesuatu butuh perjuangan, disitu kedua orang tua Tri Cahyadi Putra (nama samaran) mengarahkan kearah yang lebih positif. Prestasi Tri Cahyadi Putra (nama samaran) dikelas yang baik sudah cukup menunjukkan bahwa apa yang diinginkannya dapat terpenuhi tanpa adanya paksaan Tri Cahyadi Putra (nama samaran) sendiri. Akan tetapi dilain pihak Tri Cahyadi Putra (nama samaran) tidak selalu senang apabila tidak mendapatkan apa yang diinginkannya.

3.6 Permasalahan-Permasalahan
Masa remaja merupakan peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Selama masa remaja banyak masalah yang dihadapi, karena remaja itu berupaya menemukan jati dirinya. Usaha penemuan jati diri remaja dilakukan dengan berbagai pendekatan, agar ia dapat mengaktualisasi diri secara baik. Aktualisasi diri merupakan bentuk kebutuhan untuk mewujudkan jati diri. Seperti pengalaman masalah yang pernah dihadapi Tri Cahyadi Putra (nama samaran) merupakan salah satu proses perubahan perkembangan pikiran. Perilaku tersebut disebabkan oleh dorongan-dorongan untuk mencari tahu, merasa ingin tahu, merasa ingin diperhatikan dan lain sebagainya. Masa remaja adalah masa khusus, penuh gejolak karena pada tumbuh dan berkembangnya terjadi ketidakseimbangan atau labil.

Read More ..

Sabtu, 20 Maret 2010

matematika


Matematika
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Euklides, matematikawan Yunani, abad ke-3 SM, seperti yang dilukiskan oleh Raffaello Sanzio di dalam detail ini dari Sekolah Athena.[1]
Matematika (dari bahasa Yunani: μαθηματικά - mathēmatiká) adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Para matematikawan mencari berbagai pola,[2][3] merumuskan konjektur baru, dan membangun kebenaran melalui metode deduksi yang kaku dari aksioma-aksioma dan definisi-definisi yang bersesuaian.[4]
Terdapat perselisihan tentang apakah objek-objek matematika seperti bilangan dan titik hadir secara alami, atau hanyalah buatan manusia. Seorang matematikawan Benjamin Peirce menyebut matematika sebagai "ilmu yang menggambarkan simpulan-simpulan yang penting".[5] Di pihak lain, Albert Einstein menyatakan bahwa "sejauh hukum-hukum matematika merujuk kepada kenyataan, mereka tidaklah pasti; dan sejauh mereka pasti, mereka tidak merujuk kepada kenyataan."[6]
Melalui penggunaan penalaran logika dan abstraksi, matematika berkembang dari pencacahan, perhitungan, pengukuran, dan pengkajian sistematis terhadap bangun dan pergerakan benda-benda fisika. Matematika praktis telah menjadi kegiatan manusia sejak adanya rekaman tertulis. Argumentasi kaku pertama muncul di dalam Matematika Yunani, terutama di dalam karya Euklides, Elemen. Matematika selalu berkembang, misalnya di Cina pada tahun 300 SM, di India pada tahun 100 M, dan di Arab pada tahun 800 M, hingga zaman Renaisans, ketika temuan baru matematika berinteraksi dengan penemuan ilmiah baru yang mengarah pada peningkatan yang cepat di dalam laju penemuan matematika yang berlanjut hingga kini.[7]
Kini, matematika digunakan di seluruh dunia sebagai alat penting di berbagai bidang, termasuk ilmu alam, teknik, kedokteran/medis, dan ilmu sosial seperti ekonomi, dan psikologi. Matematika terapan, cabang matematika yang melingkupi penerapan pengetahuan matematika ke bidang-bidang lain, mengilhami dan membuat penggunaan temuan-temuan matematika baru, dan kadang-kadang mengarah pada pengembangan disiplin-disiplin ilmu yang sepenuhnya baru, seperti statistika dan teori permainan. Para matematikawan juga bergulat di dalam matematika murni, atau matematika untuk perkembangan matematika itu sendiri, tanpa adanya penerapan di dalam pikiran, meskipun penerapan praktis yang menjadi latar munculnya matematika murni ternyata seringkali ditemukan terkemudian.[8]

Read More ..

pendidikan matematika


Pernah tidak anda mendengar kata – kata berikut ini:“Aku sungguh tidak betah kerja di sana. Semua orang bersaing secara tidak sehat. Saling sikut saling jegal. Setiap orang yang kelihatan menonjol, pasti dicari – cari kesalahannya. Semua orang menunggu kesalahan yang mereka buat untuk dijadikan bahan menjatuhkan. Betul –betul menjemukan.”Karena setiap orang yang menonjol pasti ditunggu – tunggu kesalahannya untuk dijatuhkan, sebab itulah banyak orang yang berdiam diri, tidak mau berusaha untuk mengeksplorasi kelebihan – kelebihannya. Semua orang menjadi pasif. Statis, tidak bergerak kemana – mana.Semua orang sebenarnya memiliki potensi yang sama untuk berhasil. Yang membedakan di antara mereka hanyalah kegigihan dan ketekunan untuk mencapai keberhasilan. Orang yang tekun dan gigih, kita tidak sedang menafikan kecerdasan kognitif di sini, pasti akan berhasil. Cuma, sayangnya, tidak semua orang memiliki kesabaran untuk menjadi tekun. Ketidak sabaran inilah yang menyebabkan mereka menjadi culas. Iri dan dengki ketika orang lain lebih berhasil daripada dirinya. Padahal keberhasilan yang didapat itu merupakan hasil dari susah payah mereka sendiri. Lalu, bagaimana sikap kita jika kita berada dalam kondisi yang sedemikian itu? Marianne Williamson menasehati kita dengan kata – kata indah. Kata - kata indah yang ditujukan bagi mereka yang hanya diam, tidak berbuat apa – apa karena takut akan berhadap – hadapan dengan rekan mereka sendiri yang culas. Berikut yang dikatakannya:
Ketakutan kita yang paling dalam bukanlah bahwa kita ini tidak mampu. Sebaliknya, ketakutan kita yang paling dalam adalah bahwa kita amat sangat berkuasa. Cahaya kita, dan bukan kegelapan kita lah yang menakutkan kita. Kita bertanya pada diri sendiri: Siapa aku ini, untuk menjadi begitu cerdas, tampan, berbakat, dan hebat? Lho, memangnya siapa kamu sehingga merasa tidak pantas untuk itu? Kamu adalah ciptaan Alloh. Perilakumu yang mengecil – kecilkan diri itu sama sekali tidak ada gunanya bagi dunia ini. Sama sekali tidak bijak bila kamu mengerutkan dirimu hanya agar orang lain tidak merasa kecil dan tak aman berada di sekitarmu. Kita semua ini dimaksudkan untuk bersinar cemerlang, sebagaimana anak – anak memang begitu. Kita dilahirkan untuk menyatakan kemuliaan Alloh yang berada di dalam diri kita; ya, bukan hanya ada di dalam diri beberapa orang di antara kita, tetapi dalam diri setiap orang di antara kita. Dan bila kita membiarkan cahaya kita bersinar cemerlang, secara tidak sadar kita mengizinkan orang lain untuk melakukan hal yang sama. Ketika kita terbebas dari ketakutan kita, kehadiran kita secara otomatis membebaskan orang lain.

Read More ..

Jumat, 05 Maret 2010

MATEMATIKA TERAPAN


Seorang wanita menelpon dokternya, dan meminta kunjungan "darurat". Resepsionis bilang silahkan datang. Si wanita buru-buru datang dan langsung masuk ke ruang periksa. Sang dokter masuk dan menanyakan apa masalahnya. Si wanita terlihat malu dan meminta supaya dokter memeriksa sendiri apa masalahnya.

Sang dokter menurut, dan mulai melakukan pemeriksaan seksama. Setelah melakukannya cukup lama, sang dokter mengangkat kepala dan berkata, "Maaf, Bu. Mengingat letak dan dalamnya vibrator itu masuk, butuh operasi yang rumit, riskan dan mahal untuk mengeluarkannya".

Dengan wajah agak murung si wanita berkata, "Wah...saya lagi nggak punya uang Dok. Tapi mumpung saya lagi ada di sini, apa Dokter bisa mengganti baterainya?"

Ada Jin di Rumah Mewah

Pasangan muda suami istri Bambang dan Siska sedang bermain golf di sebuah lapangan yang dikelilingi oleh perumahan mewah. Rata-rata harga rumah di kawasan itu 5 milyar rupiah.

”Sis, ati-ati kalo mukul bola, jangan sampai kena kaca rumah orang. Kita bisa bangkrut kalau harus mengganti kaca rumah mewah di sekitar sini,” kata Bambang. Tapi malang, ayunan stick Siska yang kuat ternyata tidak terarah dengan baik dan akhirnya ...praaanggg!!!!!....bola golf itu mengenai kaca rumah paling mewah di dekat situ.

Bambang dan Siska berlari-lari ke arah rumah mewah tersebut. Mereka terkejut ketika sampai di pintu ruang tamu. Tidak hanya kaca-kaca yang berserakan, pot-pot keramik Cina dan vas bunga juga pecah.

”Aduuuh...maaf Pak, istri saya nggak sengaja,” kata Bambang kepada seorang Bapak yang tampak duduk dengan tenang.

”Nggak apa-apa,” kata Bapak itu. ”Saya seharusnya berterima kasih pada anda berdua karena telah membebaskan saya dari belenggu vas bunga kuno buatan Cina itu. Saya sebenarnya adalah jin. Nah, sebagai ucapan terima kasih,saya akan meluluskan tiga permintaan. Satu untuk anda, satu untuk istri anda, dan satu lagi untuk saya sendiri,” ujar Bapak itu dengan mimik serius dan berwibawa.

”Apa permintaan anda?” tanyanya.

”Saya ingin rekening saya setiap bulan terisi 1 milyar rupiah, sepanjang hidup saya,” pinta Bambang.

”Bimsalabim...sudah terlaksana! Silakan cek rekening anda mulai bulan depan,” kata Bapak itu.

”Dan apa permintaan anda, nona cantik?” tanya Bapak itu pada Siska.

”Saya minta mobil dan perhiasan paling mewah yang ada di muka bumi,” katanya. ”Bimsalabim....sudah terlaksana juga! Bisa dilihat mulai besok pagi,” kata Bapak itu lagi.

Bambang dan Siska girang bukan main.

”Lalu, permintaan Bapak Jin sendiri apa?” tanya Bambang penasaran.

”Begini...ehm...saya ingin bercinta sepanjang hari ini bersama istri anda,” jawab Bapak itu. Bambang dan Siska terkejut bukan main. Tapi karena jin itu sudah bermurah hati memberikan mereka segalanya, maka Bambang mengijinkan Siska menemani jin tersebut.

Singkat cerita, mulai pagi itu hingga sore harinya, Siska harus melayani kebutuhan seks Bapak Jin. Menjelang malam, Bapak itu mengijinkan Siska pulang. ”Terima kasih, kamu hebat sekali,” katanya sambil mengedipkan mata.

”Ngomong-ngomong, berapa usia kamu dan suami kamu?”

”Saya 25 tahun, Pak,” kata Siska.

”Hah, 25 tahun? Umur 25 tahun kok masih percaya sama jin sih?” kata Bapak itu.

Gaya Bercinta Untuk Usia Tua

Seorang kakek berusia 70 tahun pergi ke dokter, “Maaf, dok, gaya apa yang aman kalau mau bercinta? Kan tulang saya tidak sekuat dulu lagi…”

“Gaya yang paling cocok buat kakek doggy style.”

“Maksud dokter menungging?”

“Bukan, tapi cukup mengendus-endus aja…” jawab dokter kalem.

Read More ..